Dewan Eksekutif Hong Kong, Fanny Law Fan Chiu-fun, mengatakan kepada Global Times, Senin lalu, bahwa ia mendapat informasi dari sumber terpercaya bahwa gadis-gadis muda telah disesatkan untuk menawarkan layanan seks gratis kepada para pemrotes antipemerintah. Law menyatakan dalam program radio Backchat RTHK, bahwa ada “laporan yang dikonfirmasi” dari gadis-gadis muda yang menawarkan seks gratis kepada para pemrotes garis depan.
“Saya pikir kami telah mengonfirmasi bahwa ini adalah kasus yang benar. Saya merasa sangat sedih untuk mereka, gadis-gadis muda yang telah disesatkan untuk menawarkan seks bebas,” katanya.
Berita itu telah menimbulkan kegemparan di Hong Kong. Banyak orangtua berusaha keras melindungi anak perempuannya yang berusia di bawah umur agar tidak disesatkan dan dieksploitasi oleh pengunjuk rasa radikal di tengah-tengah protes antipemerintah yang sedang berlangsung.
Law mengatakan kepada Global Times bahwa ia dituduh netizen telah menyebarkan rumor yang meresahkan. Namun, dia mengatakan kasus itu dikonfirmasi “oleh seorang teman terpercaya melalui seseorang yang mengenal korban, seorang siswa berusia 14 tahun”. Mereka harus melindungi diri sendiri dan berusaha keras menghindarkan terjadinya pelecehan.
“Orang bebas memutuskan apa yang harus dipercaya. Nasihat pencegahan tidak mungkin salah,” tambahnya.
Meski mereka tidak keberatan satu sama lain, berhubungan seks dengan gadis di bawah umur adalah pelanggaran pidana, Law menegaskan. Ironisnya, gadis-gadis muda di bawah umur dibujuk untuk percaya bahwa para pengunjuk rasa adalah “para pejuang”.
Baru-baru ini sebuah surat pengakuan diposting di media sosial tentang seorang siswi berusia 14 tahun yang diduga hamil setelah dipengaruhi untuk menawarkan seks gratis kepada pengunjuk rasa garis depan. Surat pengakuan tersebut segera menjadi viral.
Dalam bukti rekaman audio lain, beredar di antara kelompok-kelompok WhatsApp, seorang wanita anonim mengatakan bahwa banyak gadis berusia 13 hingga 14 diberitahu bahwa mereka adalah “malaikat revolusi”. Mereka harus menawarkan seks gratis untuk menghibur “para pejuang yang bertempur di jalanan siang dan malam”.
Demonstrasi Hong Kong telah sampai pada titik yang memuakkan: aksi anarkis ditambah “tindak pencucian otak” atas gadis-gadis di bawah umur semakin memperlihatkan watak asli para demonstran, yang tidak saja brutal kepada aparat, tetapi juga bermoral rendah.
Terlepas dari klaim beberapa pihak yang menduga bahwa semua itu dilakukan atas dasar saling suka, tetap saja tidak dapat dibenarkan. Berhubungan badan dengan gadis di bawah umur termasuk sebagai tindakan pedofil yang tidak hanya membahayakan, tetapi juga sangat tidak terpuji. Terlebih memberi sanjungan-sanjungan manipulatif atas diri mereka.
Persoalan menjadi semakin rumit karena berpotensi menyangkut faktor kesehatan. Seperti yang kita ketahui, berhubungan intim dengan banyak pasangan dapat potensial memicu timbulnya infeksi menular seksual (IMS) yang bisa berkembang menjadi HIV/AIDS. Dan yang lebih menyedihkan, korbannya adalah generasi penerus Hong Kong yang kini telah dirusak oleh demonstran yang radikal.
Berdasarkan data UNAIDS, sebanyak 36,9 juta jiwa di berbagai negara hidup bersama HIV/AIDS pada 2017. Dari total penderita yang ada, 1,8 juta merupakan anak-anak berusia di bawah 15 tahun. HIV/AIDS lebih banyak diderita kaum perempuan, yakni sebanyak 18,2 juta penderita, laki-laki hanya 16,9 juta penderita. Yang lebih memprihantinkan, 25 persen di antaranya, sekitar 9,9 juta, tidak mengetahui bahwa mereka menderita HIV/AIDS.