JAKARTA – Persoalan yang dialami PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) terkait perizinanannya ternyata masih belum selesai. Yang terbaru, PT RAPP-KLHK bertemu di PTUN. PT RAPP memerkarakan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (SK-KLHK) Nomor 5322 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan sudah dilayangkan sejak 16 November 2017 dan sidangnya dilangsungkan di PTUN Jakarta Timur, Senin (27/11).
SK 5322 berisikan Pembatalan Keputusan Menteri Kehutanan No SK.93/VI BHUT/2013 tentang Persetujuan Revisi RKU Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (RKUPHHK-HTI) untuk jangka waktu 10 tahun periode 2010-2019 atas nama PT RAPP yang diterima perusahaan 18 Oktober 2017.
Alasan manajemen anak usaha APRIL Group itu menempuh upaya hukum ke PTUN, karena keberatan atas pembatalan RKU tidak ditanggapi Menteri LHK Siti Nurbaya dalam waktu 10 hari sejak SK diterima. Sehingga dianggap bertentangan dengan Undang-undang No.30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Head of Corporate Communications PT RAPP Djarot Handoko menyatakan, merujuk pada PP 71/2014 yang telah diubah dengan PP 57/ 2016, khususnya pasal 45a menyebutkan, izin usaha dan/atau kegiatan untuk memanfaatkan ekosistem gambut pada fungsi lindung ekosistem gambut yang izinnya terbit sebelum PP ini berlaku dan sudah beroperasi, dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu izin berakhir. RAPP keberatan karena RKU-nya yang dibatalkan melalui SK 5322 tahun 2017 masih berlaku hingga 2019.
“Keberatan yang diajukan RAPP terhadap SK Pembatalan RKU telah lewat dari 15 hari kerja dan sampai permohonan ini diajukan ke PTUN, Menteri LHK tidak juga menerbitkan keputusan. Oleh karena itu, RAPP mengajukan permohonan ke PTUN,” ucap Djarot. Pihaknya menyampaikan RAPP berkomitmen pada perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut, dan juga praktik bisnis secara berkelanjutan. Bahkan secara penuh bekerja sama dengan pemerintah dan masyarakat setempat untuk meningkatkan kualitas tata kelola HTI. Baik yang di lahan gambut secara berkelanjutan sehingga dapat mencegah terjadinya karhutla.“RAPP senantiasa menjalankan usahanya berdasarkan izin yang sah dan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Selalu berkonsultasi dengan kementerian untuk memastikan kegiatan operasional perusahaan tetap berjalan. Perusahaan menghormati proses hukum yang sedang berjalan di PTUN Jakarta Timur,” tambah Djarot.
Sementara itu kuasa hukum RAPP Heru Widodo menegaskan, izin yang dimiliki kliennya masih berlaku hingga Desember 2019. Perusahaan yang berbasis di Singapura ini juga telah mengajukan keberatan atas SK pembatalan yang diterbitkan KLHK supaya dicabut pembatalannya.
“Pemohon sudah mengajukan keberatan kepada menteri untuk mencabut. Kemudian jelang 10 hari tidak ada jawaban maupun tanggapan, dan ditambah lagi lima hari tidak ada SK yang dikeluarkan termohon untuk membatalkan itu,” ucap Heru.Heru menjelaskan dengan dibatalkannya RKU kliennya, menimbulkan tidak adanya kepastian hukum. Meskipun KLHK selaku termohon menyatakan RKU RAPP tidak dicabut tapi dibatalkan. “Dibatalkan dengan dicabut kan mempunyai implikasi yang sama. Tadi termohon mengatakan itu tidak dicabut, tapi dibatalkan. Nah, dengan dibatalkan kan tentu tidak ada landasan lagi secara hukum bagi RAPP untuk melakukan kegiatan itu,” jelas Heru.
Disinggung tentang jaminan KLHK bahwa RAPP masih tetap beroperasi, Heru menyampaikan kliennya hanya dibolehkan melakukan pemanenan tapi tidak boleh menanam. Bila yang menjadi alasan KLHK adalah pelarangan di areal fungsi lindung ekosistem gambut karena terjadi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), RAPP menurutnya tak pernah mendapat peringatan tentang kerusakan gambut di arealnya.
Heru menduga, RAPP hanya terkena imbas dari karhutla yang terjadi di luar areal perusahaan ini. Sebab, tidak tertutup kemungkinan SK Menteri terjadi kesalahan dan upaya untuk mengoreksinya melalui PTUN. Mengacu ketentuan, sengketa ini akan diputus dalam 21 hari sejak diajukan, atau 7 Desember mendatang. “Kami bukan membangkang pada pemerintah tapi melakukan upaya hukum yang secara konstitusional diberikan oleh peradilan. Kami menghormati apa pun putusan peradilan,” tutur dia.Sementara itu Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono saat dikonfirmasi Riau Pos usai persidangan menyampaikan bahwa upaya RAPP menggugat SK menteri tentang Pembatalan RKU tidak pas karena menggunakan UU Administrasi Pemerintahan. Sebab, katanya, RKU merupakan kewajiban perusahaan. “Dia (RAPP, red) jangan berdalih. RKU itu kewajiban, itu amanah UU namanya,” ucap Bambang yang juga ketua tim penilai RKU KLHK.
Dia pun menegaskan bahwa KLHK telah merespons keberatan PT RAPP dengan diadakannya rapat konsultasi pada 24 Oktober, kurang dari sepuluh hari sejak keberatan diajukan ke KLHK. Bahkan pada 30 Oktober 2017, RAPP telah menyerahkan revisi RKU. Hanya saja isinya masih belum menunjukkan kepatuhan PT RAPP terhadap upaya pemulihan gambut sesuai PP 57.“Isinya masih belum patuh. Kemudian kami proses, supaya dia perbaiki, tapi ternyata belum direspon. Makanya saya surati 17 November. Tapi ternyata tanggal 16 November dia lakukan upaya hukum di PTUN Jakarta dengan mengangkat surat dia 18 Oktober minta ke KLHK untuk membatalkan pencabutan RKU-nya,” tutur Bambang.
Inilah menurut Bambang yang tidak bisa diterima KLHK. Sebab, setelah 18 Oktober itu, sudah banyak tindakan hukum yang dijalankan terhadap PT RAPP. Selain itu ada kekeliruan pemahaman di mana perusahaan menganggap dengan tidak adanya respons atas keberatan mereka, maka RKU yang dibatalkan tetap berlaku.
Untuk itu, KLHK memilih menghadapi gugatan PT RAPP di PTUN. Bahkan dalam waktu dekat juga akan menyerahkan bukti-bukti pendukung ke Majelis Hakim PTUN. “Nanti biarkan PTUN yang memenangkan siapa. Tapi walaupun dia menang dia tidak bisa lepas dari RKU, RKU dia dalam proses,” ucap Bambang.