Abrasi gerus tiga pulau di pesisir dan rairan Riau, bahkan pemukiman warga di Bengkalis terancam, BPPT lakukan studi pencegahan.
Warga yang bermukim di tiga pulau yang ada di Provinsi Riau terus dihantui rasa ketakutan karena mereka terus dibayang-bayangi akan hilangnya daratan yang saat ini dijadikan sebagai tempat tinggal dan mencari makan.
Baca Juga: Jokowi Sentil Sengketa Lahan di Riau saat Rapat Kabinet
Ancaman itu datang akibat abrasi yang terus menerus menggerus daratan di sejumlah pulau yang berada di berbatasan dengan negara tetangga tersebut.
Baca Juga: Keukenhof: Katakan dengan Tulip
“Persoalan abrasi di tiga pulau ini menjadi persoalan yang urgen untuk diselesaikan,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Riau, Supriadi, Selasa (25/6/2019).
Berdasarkan data yang dilaporkan oleh pihak kabupaten ke Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Riau tercatat, ada tiga pulau pesisir Riau yakni Rangsang, Bengkalis dan Rupat mengalami abrasi sepanjang 1 kilometer lebih.
Setidaknya tiga pulau itu mengalami abrasi lebih kurang 8-12 meter per tahunnya sehingga kondisi tersebut berdampak besar terhadap masalah lingkungan maupun ekonomi masyarakat di sana.
“Itu data yang kita peroleh dari kabupaten, dan ini dampaknya sangat besar. Terutama terhadap perekonomian dan keselamatan masyarakat setempat. Karena lahan kelapa dan karet masyatakat hilang. Termasuk sarana prasarana dan pemukiman juga terancam terkena abrasi,” ujarnya.
Bahkan jika abrasi ini tidak segera dicegah, ancama yang jauh lebih besar lagi bisa saja terjadi yakni hilangnya daratan dari tiga pulau ini akibat abrasi yang terus mengikis daratan pulau dan bukan tidak mungkin tiga pulau tersebut terancam tenggelam.
Supriadi menyatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan laju abrasi di tiga pulau ini, diantaranya adalah akibat hantaman ombak Selat Malaka yang sangat besar.
Kondisi ini diperparah dengan aktifitas pengundulan hutam bakau disepanjang garis pantai.
“Kalau bakau ditumbang maka gambut tak ada pelindung lagi, dampaknya abrasi. Ini yang harus ditata ulang, harus dilihat kembali hutan bakau yang rambah itu,” katanya.
Sementara untuk penanganan, pihaknya mengakui tidak cukup hanya dilakukan oleh pemerintah kabupaten atau provinsi saja, namun harus ada campur tangan pusat, swasta, NGO, penggiat lingkungan dan masyarakat.
“Ini harus menjadi tugas bersama, harus ada sinergi antara kabupaten, provinsi, dan pusat. Termasuk masyarakat, NGO, penggiat lingkungan dan lainnya,” ujarnya.
Selama dua pekan kedepan tim dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) akan melakukan studi di sejumlah wilayah Pulau Riau.
Tim dari BPPT akan mengkaji cara apa yang efektif untuk mencegah abrasi di sejumlah pulau di Riau.
Sebab saat ini sejumlah pulau di Riau sedang mengalami abrasi yang sangat serius.
Sebut saja pulau Bengkalis, Pulau Rupat, Pulau Batu Mandi Rokan Hilir dan Pulau Rangsang.
“Berdasarkan hasil rapat bersama di Jakarta kemarin, Menko Kemaritiman meminta kepada BPPT agar segera melakukan studi. Dalam waktu dua minggu kedepan hasil studi itu sudah keluar. Sehingga nanti akan diketahui apa yang akan dilakukan untuk menangani abrasi di Riau,” kata Wakil Gubernur Riau, Edi Natar Nasution, Selasa (25/6/2019).
Meksi belum diputuskan, namun Edi mengungkapkan untuk pencegahan abrasi di sejumlah pulau di Riau tidak akan dilakukan di lokasi titik awal abrasi dimulai.
Namun akan dilakukan diwilayah yang saat ini masih terjadi abrasi.
Sebab untuk penanganan abrasi di lokasi awal abrasi terjadi akan membutuhkan biaya yang besar. Karena beberapa pulau ada yang sudah terlalu jauh daratanya yang hilang.
“Kemungkinannya nanti yang akan dilakukan pembatasan itu di wilayah yang sekarang ada. Karena itu tidak memperngatrui batas negera, tapi itu belum diputuskan, kita tungu dua minggu kedepan, nanti hasilnya akan disampaikan dalam ekpose di kementrian, hasil ini lah yang kita tunggu bersama,” ujarnya.
Selain alasan biaya yang besar jika harus dilakukan penanganan mulai dari titik awal abrasi, pertimbangan lainya adalah soal patok batas negera.
Hasil rapat bersama Menko Kemaritiman tersebut juga diketahui bahwa patok batas negara tidak akan berpengaruh dengan adanya pergeseran daratan.
Baik akibat abrasi yang terjadi di pulau terluar yang menyebabkan daratan berkurang, maupun akibat akibat penambahan daratan di negara tetangga karena pekerjaan proyek reklamasi.
“Bergesernya patok batas negara tidak mempengaruhi kedudukan pulau itu. Sebagian kita kan berpemahaman seakan-akan dengan bergesernya patok, berpengaruh terhadap batas negara, apalagi dengan terjadinya abrasi, sementara di sana (negara tetangga) melakukan reklamasi. Ternyata itu tidak berpengaruh, meskipun patok itu sudah bergeser,” katanya.