Perubahan iklim seharusnya tidak menjadi momok menakutkan asal kita bisa menyikapinya dengan baik dan benar. Justru masalah global ini bisa menjadi peluang dan sesuatu yang memberi nilai positif dan menguntungkan.
Itulah sekilas pesan singkat yang disampaikan Alkahfi Sutikno, praktisi Program Kampung Iklim (Proklim) yang sudah lama berkecimpung menjadi sukarelawan membina sebuah kampung menjadi kampung yang berhasil melakukan adaptasi dan migitas terhadap perubahan iklim.
Sutikno memperlihatkan tanaman kehidupan yang menggunakan media tanam dari limbah.
Guru Madrasah Aliyah swasta di Muktijaya, Kecamatan Rimbamelintang, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Provinsi Riau, ini sudah menjalankan perannya selama lima tahun.
Peran ini ia mulai sejak tahun 2012 di kampungnya sendiri yaitu di Muktijaya, Rimbamelintang, kampung dengan kondisi yang memprihatinkan secara iklim. Di Kampung Muktijaya air bersih susah didapat. “Lalu saya imbau kepada seluruh warga kampung untuk menampung air dengan membuat penampungan air di masing-masing rumah, membuat sumur resapan air. Kampung ini juga berada di daerah dataran rendah dekat bukit, lantas saya imbau warga untuk membuat parit yang airnya diarahkan ke kolam ikan yang dibuat warga,” ujar Alkahfi Sutikno kepada Riaubook.com, Kamis (13/4/2017).
Tak hanya membuat kolam, kemudian warga pun diarahkan untuk menanam tanaman kehidupan di masing-masing perkarangan rumah, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Media tanamnya diambil dari limbah atau barang terbuang. Sedangkan pupuk tanaman didapat dari kotoran hewan ternak yang dipelihara oleh warga seperti ayam, kambing, sapi. Bahkan dari kotoran hewan bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas.
Kemudian adaptasi pun berkembang, karena kini sudah berkembang bank sampah. Dari bank-banak sampah tak berguna didaur ulang menjadi barang yang berguna dan memiliki nilai ekonomis.
Berhasil mengarahkan warga kampungnya untuk menjalankan program adaptasi perubahan iklim, selanjutnya Alkahfi mengembangkan keberhasilan tersebut ke enam kampung lain yang berlokasi di dekat kampungnya.
Awalnya, Alkahfi menjalankan perannya dengan swadaya atas dasar kesadaran dan dorongan melihat kondisi lingkungan yang kian memprihatinkan, kemudian ancaman perubahan iklim yang harus disikapi dengan baik dengan menjadikan masalah ini bukan masalah, melainkan peluang yang justru bisa membantu mata pencarian kita secara ekonomi.
Dengan penerapan program kampung iklim ini, selain membuat lingkungan terjaga dan asri, warga kampung juga diuntungkan karena bisa mendapatkan penghasilan dari apa yang mereka tanam, mereka pelihara.
“Itu ada istilahnya dalam Proklim ini yang disebut 3 M, Murah, Mudah dan Menghasilkan. Hanya modal Rp50 ribu, warga sudah bisa menutupi kebutuhan hidupnya sehari-hari dan memberi penghasilan tambahan,” tukas Alkahfi.
Atas keuletan dan kesungguhannya tersebut, selanjutnya Pemerintah Kabupaten Rohil tertarik dengan pencapaiannya dan mengikutsertakannya dalam program Proklim yang dijalankan Pemkab Rohil. Tak hanya oleh Pemkab Rohil, pengalaman dan kemahiran Alkahfi dalam membentuk Proklim juga dimanfaatkan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Riau termasuk oleh Kementerian Lingkungan Hidup untuk membentuk Proklim.
“Di tahun 2016 yang lalu, ada 8 kabupaten kota di Riau di mana saya dimintakan untuk menjadi pembina dan pendamping Proklim di sejumlah kampung atau desa. Ya, alhamdulillah, oleh pemerintah daerah saya sekarang agak terbantulah dari transportasinya,” aku Alkahfi.
Hingga kini sudah puluhan kampung yang terbentuk menjadi Proklim di Riau berkat sentuhan dan bimbingan dari seorang Alkahfi. Tak ayal, tiga tahun yang lalu Pemerintah Provinsi Riau melalui Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Riau, sekarang Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Riau, menganugerahinya penghargaan Sephia Pelestarian Bumi.
“Ya, harapan saya untuk masyarakat Riau adalah, mari kita buat adaptasi dan migitasi perubahan iklim. Karena upaya itu akan menguntungkan kita. Masalah akan menjadi peluang, kesejahteraan menjadi meningkat, lingkungan pun kita jadi tetap lestari,” ujarnya.
Khusus kepada pemerintah daerah, Alkahfi mengimbau agar program ini didukung secara sinergi dan diapresiasi. Harus ada sinergi lintas sektoral SKPD, jangan ada keegoan sektoral, tapi harus sinergi. Apalagi pada tahun 2019 nanti pemerintah pusat telah mencanangkan program nasional proklim, di mana masing-masing provinsi harus memiliki 2.000 kampung proklim.
“Untuk Riau saya sangat optimis 2.000 kampung proklim ini terwujud, asal kepala daerahnya faham dengan progam ini dan masing-masing SKPD harus benar-benar faham program ini,” ujanrya.
Keoptimisan tersebut juga bisa terwujud asalkan semua stakeholder dilibatkan. Apalagi kini sudah banyak perusahaan yang mulai peduli dengan Proklim ini. Sebab, bagi perusahaan yang ingin mendapatkan RSPO, kepeduliannya terhadap masyarakat lingkungan di wilayah operasional kerja perusahaan menjadi syarat mutlak.
Diakui Alkahfi sejak ia menjalankan perannya tersebut, tercatat sejumlah perusahaan ikut serta membantu mewujudkan Proklim di sejumlah lokasi. Keikutsertaan perusahaan tersebut diakui sangat membantu dan diharapkan ke depan akan semakin bertambah perusahaan-perusahaan yang ikut serta membantu Proklim ini.
Source: Riau Book