Badai kabut asap di wilayah Provinsi Riau sudah berkurang usai turun hujan pada dua hari terakhir.
Namun penegakan hukum terhadap korporasi yang diduga melakukan pembakaran hutan dan lahan di Riau terus dilakukan.
Baca Juga: Desa dan Kelurahan Harus Dukung PHBS
Saat ini sebanyak dua perusahaan ditetapkan menjadi tersangka, dan satu masih penyelidikan.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau AKBP Andri Sudarmadi mengatakan, ada dua perusahaan yang ditangani Ditkrimsus Polda Riau dan satu perusahaan ditangani Bareskrim Mabes Polri.
“Untuk korporasi yang ditangani Ditkrimsus Polda Riau saat ini sedang proses sidik. Tiga perusahaan itu adalah PT. SSS dan PT. Sedangkan TI dalam proses lidik.
Sementara itu ada satu korporasi yang ditangani Bareskrim Mabes Polri ada PT. AP (Perusahaan sawit Malaysia) saat ini sedang proses sidik,” kata Andri kepada GoRiau.com, Rabu (25/9/2019) sore.
Baca Juga: Kapal Ikan Malaysia Ternyata Juga Bawa Narkoba
Selanjutnya, Andri mengatakan hingga saat ini pihaknya belum menetapkan tersangka perorangan yang bertanggungjawab di dalam perusahaan bersangkutan. Karena masih banyak proses yang sedang dikerjakan.
“Tersangka perorangan untuk korporasinya masih dalam proses. Nanti setelah pemeriksaan selesai baru kita gelar perkara untuk penetapan tersangka terhadap orang yang bertanggung jawab dalam perusahaan itu. Saat ini yang kita duga tiga perusahaan salah satunya ditangani Bareskrim. Sementara untuk perorangan ada sebanyak 59 orang” tutupnya.
Ribuan hektar dibakar
Seberapa luas lahan terbakar hingga asap yang dihasilkan mengaharubirukan wilayah Sumatera?
Sampai saat ini diperkirakan ribuan hektare lahan sengaja dibakar untuk tujuan komerisal perusahaan.
Diperoleh informasi juga, setidaknya ada sekitar 1.300 hektare lahan gambut di Rokan Hilir, Riau, yang dikelola perusahaan hutan tanaman industri (HTI) yang diduga menjadi biang kabut asap.
Lahan itu sudah disegel Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk diusut.
Lahan berkontur gambut itu terbakar sejak pertengahan Agustus hingga pertengahan September ini.
Penyelidik KLHK masih mendalami apakah kebakaran lahan untuk persiapan penanaman (land clearing) atau berasal dari masyarakat.
Kepala Balai Penegakan Hukum Wilayah Sumatra Eduard Hutapea belum bersedia menjelaskan identitas perusahaan ini dengan alasan masih penyelidikan.
Dia hanya menyebut perusahaan ini termasuk dari 8 areal perusahaan yang disegel di Riau.
“Clue-nya adalah hutan tanaman industri, kalau sudah naik ke penyidikan akan diberitahu,” sebut Eduard di Pekanbaru, Rabu petang, 25 September 2019.
Akhir pekan ini, penyelidik KLHK Wilayah Sumatera berencana melakukan gelar perkara di Jakarta. Tujuannya untuk menentukan apakah kasus kedelapan perusahaan ini bisa dinaikkan ke penyidikan.
“Kalau ditemukan dua alat bukti langsung naik penyidikan pidananya,” tegas Eduard.
Menurut Eduard, sejumlah petinggi di perusahaan itu sudah diminta keterangan. Penyelidik juga mengumpulkan peta konsesi dan surat izin operasional perusahaan di Rokan Hilir itu.
Sebagai catatan, tegas Eduard, pengusutan perusahaan biang kabut asap dilakukan secara menyeluruh.
Pihaknya juga berencana menerapkan sanksi administratif dengan ancaman hukuman pembekuan hingga pencabutan izin.
“Itu kalau pelanggaran yang dilakukan perusahaan termasuk kategori berat,” kata Eduard.
Sebelumnya, 8 perusahaan terduga biang kabut asap ini dikumpulkan KLHK di sebuah hotel di Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru.
Setiap perusahaan diminta berkomitmen menjaga lahannya agar tidak terbakar lagi.
Pertemuan tertutup ini menimbulkan kecurigaan karena dikhawatirkan akan terjadi kongkalikong dengan perusahaan dan penyelidik. Bisa saja nantinya penegakan hukum menjadi lemah dan berujung penghentian penyelidikan.
Hal ini dibantah keras oleh Eduard. Dia menyebut mengumpulkan perusahaan karena ada kunjungan mendadak dari Komisi VII DPR.
Beberapa anggota dewan dari Senayan itu juga disebutnya melihat lokasi kebakaran di beberapa titik.
“Saya jamin ini tidak melemahkan penegakkan hukum. Hanya pertemuan biasa sebagai komitmen menjaga lahan ke depannya agar tidak terbakar lagi,” tekan Eduard.
Dalam pertemuan itu, penyelidik tidak sedikit pun membicarakan materi proses hukum. Perusahaan hanya diminta agar taat hukum, menjalani proses yang sedang berlangsung dan bertanggungjawab atas apa yang dilakukan.
“Tidak ada tawar menawar lagi, ikuti saja aturan mainnya dan taat kepada aturan hukum yang berlaku,” tegas Eduard.