Transportasi angkutan laut untuk jalur penyebrangan antar Pulau-pulau sekitar Kota Batam, seperti armada kapal ferry dan speed boat yang modern memang masih menjadi abdalan masyarakat pesisir.
Namun, di pelabuhan domestik Kecamatan Sekupang Batam, masih ada satu transportasi laut yang terbilang klasik bahkan jadi pendukung perekonomian kehidupan di pesisir kota Batam.
Karena ongkosnya yang sangat terjangkau, tak jarang dijadikan angkutan komoditi pokok. Sehingga, keberadaanya tak lekang oleh zaman.
Transportasi ini biasa disebut masyarakat Batam sebagai Boat Pancung, yang merupakan salah satu transportasi laut tertua di kota Batam Kepulauan Riau, yang masih beroprasi.
Bahkan hingga saat ini, telah terbentuk organisasi yang beranggotakan 121 orang pengemudi, dan memiliki aset cukup.
Ketua persatuan pengemudi motor sangkut (PPMS) Belakangpadang – Batam Usman Mandala saat ditemui membenarkan hal tersebut. Ia mengatakan, transportasi ini sudah lama beroprasi.
Awalnya para tekong (pengemudi) hanya mengantar sanak saudara yang ingin berpergian ke Batam. Seiring waktu, berkembang menjadi angkutan komersial hingga kini.
Selain itu, kata Usman transportasi ini sudah beroprasi sejak 50 tahun yang lalu, tepatnya pada 3 januari 1968, berawal dari inisiatif masyarakat Belakangpadang yang ingin berbergian ke Batam pada waktu itu.
“Zaman dulu, orang tua saya hanya mengantar keluarga yang berpergian dari Kecamatan Belakangpadang ke Batam, guna memenuhi kebutuhan sehari-hari, itu pun dengan sarana yang masih sangat tradisional,” kata usman, Jumat (8/02) di Belakangpadang.
Menurutnya, Transportasi laut yang dapat mengangkut penumpang sebanyak 15 orang itu bermaterial fiber, dengan mesin penggerak berbahan bakar minyak (BBM) jenis bensin yang dapat melaju dengan kecepatan 40 km/ jam. Itu jadi satu-satunya angkutan penyebrangan warga kecamatan Belakangpadang ke Batam guna menunjang mobilitas sehari-hari.
“Transportasi ini, melayani rute penyebrangan sekupang Batam – Kecamatan Belakangpadang dan pulau sekitar Batam, dengan ongkos sebesar Rp15 ribu per orang. Jarak tempuh sekitar 20 menit sekali perjalanan,” terangnya.
Di samping itu, Anto Saka seorang pengemudi motor sangkut menuturkan, omset dari mengemudi motor sangkut sekitar Rp150 ribu sekali jalan, dalam sehari dirinya mengaku mendapat jatah dua kali trip penyebrangan sesuai nomor antrian yang ada dipelabuhan.
“Lumayan penghasilanya, cukup menutupi kebutuhan dan juga biaya oprasional. Profesi ini juga merupakan warisan turun temurun dari orang tua saya,” tambahnya.
Namun disisi lain, para pengemudi belum cukup memperhatikan keselamatan para penumpang. Terlihat, dari minimnya sarana keselamatan penumpang seperti jaket pelampung yang terdapat di dalam transportasi tersebut saat menyebrang.
Source: Gatra