Kepolisian Daerah (Polda) Kepulauan Riau menetapkan Direktur dan Komisaris PT PRP, prusahan pabrik produksi teh bermerek prendjak di Kota Tanjungpinang sebagai pelaku dugaan pencemaran lingkungan hidup.
Kabidhumas Polda Kepri, Kombes Pol Drs S. Erlangga, saat konferensi pers, di Media Center Bidang Humas Polda Polda Kepri, Sabtu (2/3/2019), mengatakan Direktur Utama PT. PRP berinisial RS dan komisaris berinisial BD merupakan pelaku dalam kasus dugaan tindak pidana lingkungan hidup.
Ia menjelaskan, berdasarkan pengecekan tim Ditreskrimsus Polda Kepri, pada Jumat 22 Februari 2019, PT. PRP yang beralamat di KM. 8 JL. DI Panjaitan Air Raja, Tanjungpinang dan ditemukan tengah memproduksi teh prendjak, minuman kemasan ravel dan minuman canbo serta kecap asin chez’s.
PT. PRP memiliki beberapa anak perusahaan diantaranya, PT. Kharisma Petro Gemilang (tranportir bbm non subsidi), PT. Bumi kharisma pratama (agen penyalur LPG), PT. Candi Pulau Mas (tranportir LPG), PT. Bumi Indraya Pratama (distributor makanan) dan PT. Panbaruna (distributor makanan).
“Pada saat berada dilokasi perusahaan, tim menemukan fakta: Adanya limbah yang berserakan di area perusahaan,” ungkap Erlangga didampingi Dir Reskrimsus Polda Kepri Kombes Pol. Rustam Mansur, dan Kasubdit IV Ditreskrimsus Polda Kepri Kompol Juleigtin Siahaan.
Ia menjelaskan, tim menemukan perusahaan tersebut menghasilkan limbah B3 berupa oli bekas. Polisi juga mendapatkan limbah B3 berupa kaleng cat bekas.
Selain itu perusahaan tersebut tak memiliki Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) dan tidak memiliki izin TPS.
Polisi juga menemukan adanya air yang digunakan untuk pengusahaan air kemasan ravel berasal dari sumur bor (air dalam tanah) di Jalan Engku Putri, tepatnya di lokasi sekolah Toan Hwa.
Selanjutnya Polisi melakukan pemasangan garis polisi di dalam lokasi PT. PRP yang beralamat di Kilometer 8 Jalan DI Panjaitan, Air Raja, tanjungpinang yang didampingi oleh anggota Sat Reskrim Polres Tanjungpinang.
“Dikarenakan PT. PRP tidak kooperatif dengan membuang limbah b3 yang sudah diamankan (tumpukan glasswoll) oleh petugas ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sehingga selanjutnya dianggap perlu untuk melakukan pemasangan garis polisi pada lokasi yang ditemukan limbah B3 antara lain,” ungkapnya.
Limbah B3 yang ditemukan polisi di PT PRP yakni, tujuh kaleng cat bekas dan 16 belas kaleng besar, 17 ember plastik bekas tempat cat, 3 drum berisi oli bekas, 4 jirigen berisi oli bekas, 2 jirigen kosong, 1 drum glasswool (limbah terkontaminasi).
Ia mengatakan, dalam penyegelan pabrik PT PRP tersebut, Polda Kepri melibatkan Sat Reskrim Polrws Tanjungpinang,di gerbang utama PT PRP, Senin 25 Februari 2019.
“Karena dikhawatirkan ada barang bukti yang dapat keluar dari PT. PRP,” ungkapnya.
Polda Kepri menyangkakan Direktur PT PRP tersebut kedalam pasal 102, pasal 59 ayat (4), pasal 103 Undang-undang republik indonesia nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Penjelasan Pasal :
Pasal 102 :“setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah b3 tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).”
Pasal 59 ayat (4) : “pengelolaan limbah b3 wajib mendapat izin dari menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.”
Pasal 103 : “setiap orang yang menghasilkan limbah b3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).”