Kasus konflik gajah dan masyarakat di daerah perbatasan Kecamatan Minas, Rumbai, dan Tapung, Provinsi Riau memang bukan hal yang baru terjadi.
Bahkan dari tahun ke tahun, intensitas konflik terus saja meningkat. Pertemuan satwa liar berbelalai ini dengan manusia, sudah menjadi hal yang lumrah terjadi.
Gajah-gajah ini kerap masuk ke kebun-kebun warga dan merusak sejumlah hal yang ada di sana. Seperti tanaman sawit, serta gubuk atau pondok milik warga.
Baca Juga: Pro-Kontra Impor Guru
Maraknya aktivitas gajah liar di areal perkebunan tersebut, disebabkan oleh minimnya pengawasan dari pemilik atau penjaga kebun itu sendiri.
Terlebih jelang lebaran, kebun-kebun akan banyak kosong ditinggalkan sang empunya yang mudik ke kampung halaman.
Gajah liar ini pun akhirnya dengan leluasa masuk ke dalam areal perkebunan.
Beruntung ada tim dari Pusat Latihan Gajah (PLG) Minas, dan petugas lapangan Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau yang dengan sigap, turun ke lokasi untuk menghalau gajah.
Hal ini guna meminimalisir kerusakan yang lebih parah di areal kebun warga, lantaran dimasuki oleh gajah-gajah liar ini. Belum lagi, jarak ke pemukiman juga sangat dekat.
Baca Juga: Jokowi Sentil Sengketa Lahan di Riau saat Rapat Kabinet
Seorang petugas PLG Minas yang bertugas di lapangan untuk menghalau gajah, Widodo, saat berbincang dengan Tribun mengatakan, sudah sejak 30 Mei 2019 lalu dia dan kawan-kawan terjun ke lapangan untuk menghalau gajah.
“Dia pindah-pindah. Yang sudah itu di Desa Rantau Panjang, Desa Maharani, dan Desa Agrowisata,” ucapnya, Sabtu (15/6/2019).
Lanjut Widodo, kawanan gajah liar tersebut berjumlah 11 ekor. Pihaknya pun selalu siaga, terutama sejak sore hingga malam hari. Berupaya agar gajah tak sampai merusak kebun atau pondok, paling tidak meminimalisir.
Dia menuturkan, pergerakan terakhir dari gajah-gajah ini, sekitar Jumat malam sudah berhasil digiring ke arah Sungai Siak.
“Tapi ini sudah pindah lagi Desa Karya Indah, hari ini kita akan turun lagi. Mereka memang senang pindah-pindah, masih kawanan yang sama,” paparnya.
Bahkan saat momen Lebaran beberapa hari yang lalu pun disebutkan Widodo, dia bersama 4 orang temannya yang lain, tetap berjibaku di lapangan. Mereka tetap bersiaga di hutan atau kebun sawit.
“Hari Lebaran kita tetap bertugas, semua teman-teman. Kami ada 5 orang di lapangan. Sejak tanggal 30 Mei 2019 setiap hari kita di lapangan,” bebernya.
Tak jarang mereka harus berjaga hingga subuh. Setelah itu istirahat, lalu kembali bertugas saat memasuki sore hari.
Widodo mengaku, dia juga jarang pulang ke rumah. Waktunya kini lebih banyak terkuras di lapangan untuk menghalau gajah, ketimbang dengan keluarga.
“Ya pasti ada susahnya lah, tapi kita kasih pengertian kepada keluarga. Kadang giliran dengan kawan, sudah satu minggu, kita gantian,” ucapnya.
Sementara itu diungkapkan Widodo, keberadaan gajah liar yang masuk ke areal perkebunan ini, awalnya dilaporkan oleh warga setempat.
“Jadi setiap ada laporan, jam berapa pun kami tetap berangkat. Meski pun tengah malam,” tuturnya.
Keterbatasan personel, peralatan, hingga kurangnya kerjasama dari warga kata Widodo, menjadi kendala dalam upaya menghalau gajah ini.
Dia dan rekan-rekannya pun terpaksa melakukan cara manual, dengan peralatan seadanya seperti mercun dan senter.
Pasalnya, habitat gajah liar ini semakin lama semakin tergerus dengan adanya aktifitas pembukaan lahan untuk perkebunan dan perumahan yang juga semakin masif.
“Jadi salah satunya dengan mengikuti jalurnya. Mempercepat gerak mereka, supaya tidak menyerempet ke kebun warga. Setidaknya kita mengurangi dampaknya,” ulasnya.
“Tapi kalau sistem kita hadang, kita arahkan ke mana, masih enak. Ya utamanya paling ke Tahura. Tapi jaraknya kan jauh jadi agak repot. Di Tahura pun juga terbatas,” sambung Widodo lagi.
Widodo memaparkan, 11 gajah liar ini, pada dasarnya memang berasal dari kantong Tahura. Dulunya, jalur jelajah gajah ada di desa-desa dekat lokasi tersebut.
“Pergerakannya sampai Bencah Kelubi, Garuda Sakti Km 9, Km 11, Km 16, Kota Garo. Nanti mutar lagi dia. Tapi sekarang jalurnya sudah banyak perkebunan, perumahan. Jadi mau tidak mau harus berkonflik,” terangnya.
Jarak ke Tahura itu dijelaskan Widodo, jika ditarik garis lurus bisa 5 Km sampai 6 Km, bahkan bisa lebih.