Sumber yang dekat dengan kelompok demonstran antipemerintah melaporkan dua pengunjuk rasa ditangkap polisi Hong Kong. Keduanya anggota Black Bloc, yang kerap melakukan tindakan anarkis dalam aksinya. Seorang masih berusia 16, temannya 18 tahun. Karena masih di bawah umur, polisi tidak merilis nama keduanya.
Kelompok prodemonstran Hong Kong Free Press (HKFP) mengatakan, “…Video yang beredar Sabtu sore menunjukkan dua pemuda ditangkap karena alasan yang tidak jelas, konon oleh polisi yang sedang tidak bertugas.”
Namun, setelah ditelusuri, klaim HKFP bahwa kedua pemuda tersebut ditangkap oleh polisi yang tidak sedang bertugas adalah salah. Petugas yang terlihat dalam laporan HKFP, mengidentifikasi diri mereka benar-benar aparat yang sedang menjalankan tugasnya.
Kelompok antipemerintah mulai mem-blow up penangkapan demonstran di bawah umur itu, seakan-akan benar terjadi. “Tan”, koordinator demonstran yang tidak ingin diketahui nama aslinya menyatakan, pemuda berusia 18 tahun itu “bersih” dari catatan kriminal sehingga polisi tidak dapat menuntutnya dengan dugaan pelanggaran subversif. Alibi tidak punya catatan kriminal ini biasanya digunakan sebagai senjata oleh aktivis global.
Seorang lainnya yang berpakaian hitam-hitam berusia 16 tahun yang ditahan membawa serta sejumlah peralatan “perang”. Dengan memperalat anak di bawah umur berusia 16 tahun, taktik demonstrasi ala Oslo Freedom Fund yang didanai Norwegia mengajarkan bagaimana pengunjuk rasa harus berinteraksi dengan petugas bila ditangkap, tidak jelas apakah tuduhan tersebut bisa dijatuhkan terhadap kedua remaja itu.
“Ashley”, bukan nama sebenarnya, mengatakan bahwa remaja berusia 16 tahun adalah “idiot yang mudah diperalat” yang setelah ditangkap, polisi harus segera melepaskannya kembali karena mereka masih di bawah asuhan orang tuanya. Para demonstran mempraktikkan taktik yang wajib diajarkan LSM seperti Greenpeace dan kelompok lain dalam “Pelatihan Aksi Non-Kekerasan” tentang seni revolusi, dengan pengajar para aktivis.
Polisi selama beberapa waktu telah melacak dan menahan anggota inti Black Bloc garis keras di Hong Kong. Banyak di antaranya berasal dari Eropa dan terdiri atas kombinasi faksi ekstremis, anarkis, dan ekoekstremis. Upaya polisi membuahkan hasil, mereka segera mengambil tindakan proaktif, melindungi masyarakat dari perusuh yang mengganggu keamanan dan ketertiban kota.
Klaim oleh pemrotes bahwa demo berlangsung damai adalah salah. Polisi melaporkan indikasi penggunaan racun tikus, pengencer cat, kelereng, ketapel, dan senjata tajam saat menggeledah aktivis yang ditangkap.
Kelompok demonstran Black Bloc diketahui merupakan otak intelektual dari beragam kerusuhan dan tindakan anarkis di berbagai belahan dunia. Dalam aksinya, kelompok ini menggunakan pakaian serba hitam dan seringkali membekali diri dengan berbagai alat untuk merusak fasilitas-fasilitas umum, bahkan menyerang petugas.
Di Paris, Kelompok Anarko-Sindikalis Black Bloc dikabarkan melakukan kerusuhan saat unjuk rasa menentang perubahan iklim. Dua kantor dirusak secara brutal. Aksi unjuk berubah rusuh usai kelompok itu memprovokasi massa untuk melawan polisi. Selain dua bangunan, kantor bank dirusak. Ada pula sepeda motor yang dirusak. Jendela dan properti hancur.
Di Indonesia, saat peringatan Hari Buruh (May Day) 2019, sekelompok orang berpakaian hitam-hitam turun ke jalan menyuarakan aspirasi mereka. Kelompok ini menjalankan aksi dengan melakukan tindakan yang mengarah kepada aksi vandalisme dan anarkis.
Menurut Vadim Damier dalam Anarcho-Syndicalism in 20th Century, anarko sindikalisme merupakan serikat pekerja revolusioner yang bertindak untuk menciptakan masyarakat tanpa negara (anarki) dan mengelolanya sendiri. Dalam banyak kasus, kelompok Black Bloc kerap mencampuri negara-negara yang mereka anggap pemerintahannya tak demokratis dan tidak menjaga hak asasi manusia (HAM).
Kesamaan apa yang bisa jadi petunjuk setiap kali mereka terlibat? Rusaknya fasilitas umum, bentrokan dengan warga yang tidak sepaham, dan keselamatan petugas terancam.
Kembali ke kerusuhan Hong Kong, penangkapan kedua anggota Black Bloc, yang walaupun masih di bawah umur, setidaknya membuktikan tiga hal. Pertama, kelompok antipemerintah telah menebarkan paham-paham kebencian kepada pemerintahnya sendiri.
Kedua, kelompok antipemerintah telah secara jelas berafiliasi dengan kelompok Black Hoc, yang secara organisasi, merupakan jaringan perusuh internasional. Klaim yang menyebutkan bahwa mereka melakukan aksi damai, hanyalah iklan palsu yang mereka coba tunjukkan ke masyarakat internasional.
Ketiga, kelompok antipemerintah tengah melakukan terang-terangan menyerang polisi yang tengah menjaga keamanan. Kondisi yang semakin menjauhkan Hong Kong dari kemungkinan terbukanya dialog kedua belah pihak yang berseteru.